LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT HARGA DIRI RENDAH
DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
KEPERAWATAN
JIWA :
NAMA : RIAN FEBRIDIANA
NIM : D0150042
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI
RENDAH
A. Kasus (Masalah Utama)
Harga Diri Rendah Kronik
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan (Keliat, dalam Fitria, 2009).
Harga diri rendah adalah perasaan
seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan gambaran-gambaran negatif
tentang dirinya (Barry, dalam Yosep, 2009).
Harga diri rendah adalah evaluasi
diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan dapat
secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Towsend, 1998).
2. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri
rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.
Harga diri
rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki
harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon,
terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan).
b. Harga diri
rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang
negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.
3. Etiologi
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat
terjadi harga diri rendah, karena :
1) Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan,
pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter,
pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian
sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptif.
4. Proses terjadinya
Konsep diri didefinisikan sebagai
semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui
tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart &
Sunden, 1995). Konsep diri terdiri atas komponen : citra diri, ideal diri,
harga diri, penampilan peran dan identitas personal. Respons individu terhadap
konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari adaptif
sampai maladatif.
Salah satu komponen konsep diri
yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian
diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu
yang berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika
individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika
kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima
penghargaan dari orang lain.
Harga diri rendah di gambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri,
penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan
tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri
meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan
yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
a. Trauma
seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksirkan kejadian yang
mengancam.
b.
Ketegangan
peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu
mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran, yaitu :
1) Transisi
peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau
keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
2)
Transisi
peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga
melalui kelahiran atau kematian.
3)
Transisi
peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan
ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis
dan keperawatan.
Sedangkan menurut hasil riset Malhi
(2008, dalam Yosep, 2009), menyimpulkan bahwa harga diri rendah diakibatkan
oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang
rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak
optimal. Dalam tinjauan Life Span Teori (Yosep, 2009), penyebab terjadinya
harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi
pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya
kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa
awal sering gagal sekolah, pekerjaan dan pergaulan. Harga diri rendah muncul
saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya.
5.
Faktor predisposisi
Faktor
predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah penolakan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis
(Fitria, 2009).
6.
Faktor presipitasi
Faktor
presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan,
serta menurunnya produktivitas (Fitria, 2009).
7.
Penatalaksanaan Medis
Terapi pada
gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga
klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada
masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan konsep diri yang mengarah
pada diagnosa medis skizofrenia, khususnya dengan perilaku harga diri rendah,
yaitu:
a.
Psikofarmakologi
Menurut Hawari
(2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1) Golongan
generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama,
misalnya: Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine
HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil,
Serenace).
2) Golongan
kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya:
Risperidone (Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine
(Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi
pada klien, baru dapat diberikan apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah
mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik.
Psikotherapi pada klien dengan
gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c.
Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive
Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2005)
d. Therapy
Modalitas
Therapi
modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang
ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan
pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan
Sadock,1998,hal.728).
Therapy aktivitas kelompok dibagi
empat, yaitu therapy aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy
aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang
paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005,hal.49).
e.
Terapi
somatik
Terapi somatik adalah terapi yang
diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat
mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto,
2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien
dalam ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy
atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan.
Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan
aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
f.
Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu
kelompok atau komunitas dimana terjadi interaksi antara sesama penderita dan
dengan para pelatih (sosialisasi).
8.
Rentang Respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya
sepanjang rentang respon konsep diri, yaitu adaptif dan maladaptif.
1. Aktualisasi diri adalah
pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman nyata yang sukses
diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep
diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek
psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain.
C. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
Masalah
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan harga diri rendah (Fitria,
2009), adalah:
a.
Harga diri
rendah kronik
b. Koping
individu tidak efektif
c.
Isolasi
sosial
d. Gangguan
sensori persepsi: halusinasi
e.
Risiko
perilaku kekerasan
Sedangkan data yang perlu dikaji
pada pasien dengan harga diri rendah (Fitria, 2009 dan Yosep, 2009), adalah:
a. Data
subyektif
1) Mengungkapkan
dirinya merasa tidak berguna.
2) Mengungkapkan
dirinya merasa tidak mampu
3) Mengungkapkan
dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja.
4) Mengungkapkan
dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting).
b.
Data
obyektif
1) Mengkritik
diri sendiri
2) Perasaan
tidak mampu
3) Pandangan
hidup yang pesimistis
4) Tidak
menerima pujian
5) Penurunan
produktivitas
6) Penolakan
terhadap kemampuan diri
7) Kurang
memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian
tidak rapi
9) Berkurang
selera makan
10) Tidak berani
menatap lawan bicara
11) Lebih banyak
menunduk
12) Bicara
lambat dengan nada suara lemah.
D. Pohon Masalah
Menurut
Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien dengan harga diri
rendah kronik adalah sebagai berikut:
Risiko
Perilaku Kekerasan
|
Gangguan
Sensori Persepsi: Halusinasi
|
Harga Diri
Rendah Kronik
E. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronik
F.
Rencana Keperawatan
G. Pelaksanaan
Pelaksanaan atau implementasi
perawatan merupakan tindakan dari rencana keperawatan yang disusun sebelumnya
berdasarkan prioritas yang telah dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup
tindakan mandiri dan kolaboratif. Pada situasi nyata sering impelmentasi jauh
berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan tindakan keperawatan
yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan,
itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika
berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan
tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat
apakah rencana perawatan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai kondisi saat
ini. Setelah semua tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan. Dokumentasikan semua tidakan yang telah dilaksanakan beserta
respon klien ( Keliat, 2002, hal 15).
H. Evaluasi
Adalah proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien (Keliat, dkk 1998)
Evaluasi
dibagi 2 :
1.
Evaluasi
proses (Formatif) dilakukan setiap selesai melakukan tindakan
2.
Evaluasi
hasil (Sumatif) dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan
khusus
dan umum yang telah ditentukan dengan perawatan SOAP
DAFTAR
PUSTAKA
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik
Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stuart & Sundden. 1995. Principle
& Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5. St Louis: Mosby Year Book.
Townsed, M. C. 1998. Diagnosa
Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Refika Aditama.
EmoticonEmoticon