ASUHAN
KEPERAWATAN PADA LANSIA Tn. S
DENGAN
HIPERTENSI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan
teknologi yang disertai keberhasilan
pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di
berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, kemajuan ilmu pengetahuan serta
keberhasilan dalam program kesehatan. Keberhasilan tersebut berdampak terhadap
meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia
lanjut cenderung meningkat.
Peningkatan
umur harapan hidup masyarakat di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1
Angka Harapan Hidup di Indonesia
Tahun
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Total
|
1971
1980
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
|
44,2
50,6
58,1
61,5
63,3
64,9
66,4
67,7
69,0
|
47,2
53,7
61,5
65,4
67,2
68,8
70,4
71,7
73,0
|
45,7
52,2
59,8
63,5
65,3
66,9
68,4
69,8
71,7
|
Sumber:
BPS, 1992, 1993 Keterangan: Angka
harapan hidup sejak lahir
Saat ini, jumlah orang lanjut usia di selluruh dunia
diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan
pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika
Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari pada
tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga
istilah “Baby Boom” pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan penduduk
lanjut usia”.
Berdasarkan
Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat diketahui
jumlah dan prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 2000 – 2020
sesuai pada tabel berikut ini:
Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase
Populasi Lansia Indonesia 1971 – 2020
Tahun
|
Jumlah
Lansia
|
Persentase
|
2000
(d)
|
15.262.199
|
7,28%
|
2005
(d)
|
17.767.709
|
7,97%
|
2010
(d)
|
19.936.859
|
8,48%
|
2015
(d)
|
23.992.553
|
9,77%
|
2020
(d)
|
28.822.879
|
11,34%
|
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika,
1974; (b) Biro Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan
Anwar, 1994. Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994
Meningkatnya
umur harapan hidup dipengaruhi oleh:
1) Majunya pelayanan kesehata
2) Menurunnya angka kematian bayi daan anak
3) Perbaikan gizi dan sanitasi
4) Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi
Secara
individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal
ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis.
Dengan bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola
penyakit pada lansia juga bergeser dari penyakit menular menjadi degeneratif.
Survei
rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun
sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30%
(Depkes RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I,
1992).
Perawatan
terhadap pasien lansia merupakan tanggung jawab keluarga dan pemerintah
khususnya Dinas social dan tenaga kesehatan. Perubahan – perubahan kecil dalam
kemampuan seorang pasien lansia untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari atau
perubahan kemampuan seorang pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan
dukungan hendaknya memiliki kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial,
dan aspek – aspek lain dari kondisi klien lansia.
Berkaitan
dengan peran pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai salah satu kompetensi
yang harus diemban, maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan
klinik khususnya pada klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik, maka
pada kesempatan mengenyam tahap profesi ini, mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Angkatan I,
kelompok I, diterjunkan secara langsung di Panti Sosial Tresna Werdha “
Bahagia” di Kabupaten Magetan, guna mendapat pengalaman secara langsung
mengenai perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia serta konsep asuhan
keperawatan pada klien lansia yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan.
1.2 Tujuan
Tujuan umum
Meningkatkan derajat kesehatan para
lanjut usia.
Tujuan khusus
- Mampu melakukan pengkajian pada
lansia
- Mampu merumuskan diagnosa
keperawatan lansia
- Mampu menyusun rencana
keperawatan.
- Melakukan tindakan keperawatan
pada lansia
- Mampu melakukan evaluasi
terhadap keberhasilan tindakan yang diberikan.
1.3 Sistematika Laporan
Sistematika
laporan kegiatan ini adalah:
1) Bab 1 Pedahuluan memuat: Latar Belakang, Tujuan Kegiatan,
dan Sistematika Laporan.
2) Bab 2 Konsep Teori memuat: Konsep Lansia, Konsep dan asuhan
keperawatan pada gastritis.
3) Bab 3 Asuhan Keperawatan Gerontik memuat: Pengkajian,
Perumusan Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
4) Bab 4 Penutup, memuat: Kesimpulan dan Saran.
KONSEP TEORI
Pada bab
ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep dan
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipertensi.
2.1 Konsep Teori Lansia
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut
oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1)
Usia pertengahan (middle age) ialah
kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2)
Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74
tahu
3)
Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90
tahun
4)
Usia sangat tua (very old) di atas
90 tahun
2.1.2 Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya
yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini
berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan
kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun
secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal
ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari –
hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Rahardjo, 1996)
Akibat
perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut
dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994)
menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1)
Ketidakberdayaan fisik yang
menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2)
Ketidakpastian ekonomi sehingga
memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3)
Membuat teman baru untuk mendapatkan
ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4)
Mengembangkan aktifitas baru untuk
mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5)
Belajar memperlakukan anak – anak
yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan
bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut
usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin
bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan
rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi
yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar
tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan
fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan
dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang
dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan
tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang
ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam
menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang
baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut
usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara
ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati
kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri
dan orang lain.
2.1.3
Teori Proses Menua
1)
Teori – teori biologi
a)
Teori genetik dan mutasi (somatic
mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah
terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi
sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul /
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas
adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
b)
Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh,
suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang
tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit.
d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan
organ tubuh.
e)
Teori stres
Menua
terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam
bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi
oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel
yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan
hilangnya fungsi.
h)
Teori program
Kemampuan
organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.
2)
Teori kejiwaan sosial
a)
Aktivitas atau kegiatan (activity
theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan
jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia
b)
Kepribadian berlanjut (continuity
theory)
Dasar
kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
c)
Teori pembebasan (disengagement
theory)
Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1.
kehilangan peran
2.
hambatan kontak sosial
3.
berkurangnya kontak komitmen
2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada
Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 :
40-42)
1)
Permasalahan umum
a)
Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b)
Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c)
Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d)
Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
e)
Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2)
Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang
berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial
lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja
lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin,
terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial
masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses
pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia
2.1.5 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1)
Hereditas atau ketuaan genetik
2)
Nutrisi atau makanan
3)
Status kesehatan
4)
Pengalaman hidup
5)
Lingkungan
6)
Stres
2.1.6 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada
Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi
perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya
sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
2)Perubahan mental
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan mental :
a)
Pertama-tama perubahan fisik,
khsusnya organ perasa.
b)
Kesehatan umum
c)
Tingkat pendidikan
d)
Keturunan (hereditas)
e)
Lingkungan
f)
Gangguan syaraf panca indera, timbul
kebutaan dan ketulian.
g)
Gangguan konsep diri akibat
kehilangan kehilangan jabatan.
h)
Rangkaian dari kehilangan , yaitu
kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
i)
Hilangnya kekuatan dan ketegapan
fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep dir.
2)
Perubahan spiritual
Agama atau
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut
the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit
lansia, yaitu :Depresi mental
1)
Gangguan pendengaran
2)
Bronkhitis kronis
3)
Gangguan pada tungkai/sikap
berjalan.
4)
Gangguan pada koksa / sendi
pangul\Anemia
5)
Demensia
2.2 Konsep Hipertensi
2.2.1
Batasan Hipertensi
Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten . Pada orang
dewasa rata-rata tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan tekanan
diastolik sama atau di atas 90 mm Hg , menurut American Heart Association,
rata-rata dari dua kali pemeriksaan yang
berbeda dalam dua minggu. Menurut
Pusdiknakes Depkes disebutkan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik diatas standar dihubungkan
dengan usia.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :
1. Hipertensi
esensial (hipertensi primer /
idiopathic) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, sebanyak 90
% kasus.
2. Hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain , sebanyak 10 % .
2.2.2
Faktor Predisposisi
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan
pasti penyebabnya data-data penelitian
telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi . Faktor-faktor
tersebut antara lain :
1. Faktor keturunan
Dari
data statistik terbukti bahwa sesorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri
perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah : umur, jenis
kelamin dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan kenaikan tekanan
darah. Tekanan darah pria umumnya lebih
tinggi dibandingkan tekanan darah wanita.Juga statistik di Amerika
menunjukan prevalensi hipertensi pada
orang kulit hitam hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan orang kulit putih.
3. Kebiasaan Hidup.
Kebiasaan
hidup yang yang sering menyebabkan hipertensi adalah :
1) Konsumsi garam yang
tinggi, dari statistik diketahui bahwa suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam rendah
jarang menderita hipertensi. Dari dunia
kedokteran juga telah dibuktikan bahwa
,pembatasan garam dan pengeluaran
garam / natrium oleh obat diuretik akan menurunkan
tekanan darah lebih lanjut.
2) Kegemukan atau makan
berlebihan ; dari penelitian kesehatan
terbukti ada hubungan antara kegemukan dan hipertensi . Meskipun mekanisme bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi belum jelas, tetapi
sudah terbukti penurunan berat badan
dapat menurunkan tekanan darah.
3) Stres dan ketegangan
jiwa ; sudah lama diketahui bahwa ketegangan jiwa seperti rasa tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah dapat mmerangsang kelenjar anak ginjal
melepaskaqn hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta
lebih kuat , sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama , tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga tinbul kelainan organis atau perubahan patologis (Dr. Hans
Selye: General Adaptation Syndrome, 1957). Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
4) Pengaruh
lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah sebagai berikut
: merokok: karena merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan darah ;
minum alkohol, minum obat-obat,misal; ephedrin, Prednison, epinefrin.
2.2.3
Patofisiologi
Kerja jantung terutama ditentukan
oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer. Curah jantung pada penderita
hipertensi umumnya normal. Kelainannya terutama pada peninggian tahanan
perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan karena vasokonstriksi arteriol
akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah tersebut. Bila hipertensi sudah
berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahan-perubahan struktural pada
pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika interna dan hipertropi tunika
media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka sirkulasi darah dalam otot
jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Keadaan ini
dapat diperkuat dengan adanya sklerosis koroner.
2.2.4
Usaha Pencegahan
Hipertensi.
Pencegahan lebih baik dari
pada pengobatan, demikian juga terhadap hipertensi.pada umumnya, orang
akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya sakit keras
atau meninggal dunia akibat hipertensi.
Sebenarnya sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya, hanya diperlukan
disiplin dan ketekunan menjalankan aturan hidup sehat, sabar, dan ikhlas (jawa;
nrimo) dalam mengendalikan perasaan dan
keinginan atau ambisi. Di samping
berusaha untuk memperoleh kemajuan, selalu sadar atau mawas di ri untuk ikhlas menerima kegagalan atau kesulitan.
Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi
agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah , tentunya harus disertai
pemakaian obat-obatan yang harus ditentukan oleh dokter. Agar terhindar dari
komplikasi fatal hipertensi, harus
diambil tindakan pencegahan yang baik
(Stop high blood pressure), antara
lain dengan cara sebagai berikut :
1. Mengurangi konsumsi
garam
2. Menghindari kegemukan
3. Membatasi konsumsi lemak
4. Olahraga teratur
5. Makan banyak sayur segar
6. Tidak merokok dan tidak minum alkohol
7. Latihan relaksasi atau meditasi
8. Berusaha membina hidup
yang positif.
2.2.4 Penanggulangan Hipertensi
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua penatalaksanaan yaitu :
Penatalaksanaan Nonfarmakologis dan
farmakologis
2.2.4.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologis :
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sebetulnya bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan
suatu kelainan dengan gejala gangguan pada mekanisme regulasi tekanan darah
yang timbul.
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja, tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita bertambah kuat (Barry,1987).
Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah dengan jalan memodifikasi
gaya.
2.2.4.2 Penatalaksanaan
farmakologis
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan obat standar yang
dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (
Joint National Commite On Detection, Evaluation and Treatment of high Blood Pressure, USA, 1988)
menyimpulkan bahwa obat diuretik, Penyekat Betha , Antagonis kalsium, atau
penghambatan ACE, dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Bila
tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat dapat
disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama
dengan obat golongan lain. Sasaran
penurunan tekanan darah adalah kurang
dari 140/90 mm Hg dengan efek samping
minimal. Penurunan tekanan dosis obat
dapat dilakukan pada golongan hipertenssi ringan yang sudah terkontrol dengan baik selama 1 tahun.
2.2.5
Komplikasi
Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung
koroner, cedera cerebrovaskuler, dan gagal ginjal. Hipertensi menetap yang
disertai dengan peningkatan tahanan perifer menyebabkan gangguan paada endothelium pembuluh darah mendorong plasma dan
lipoprotein ke dalam intima dan lapisan
sub intima dari pembuluh darah dan menyebabkan pembentukan plaque
/aterosklerosis. Peningkatan tekanan juga menyebabkan hiperplasi otot polos , yang membentuk
jaringan parut intima dan mengakibatkan
penebalan pembuluh darah dengan penyempitan lumen. (Underjillet all.,1989)
dikutip dari Carpenito (1999).
Komplikasi yang dapat
timbul bila hipertensi tidak terkontrol
adalah
1. Krisis Hipertensi
2. Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner
dan penyakit jantung hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada
penderita hipertensi.
3. Penyakit jantung
cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk
timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap kenaikan
tekanan darah.
4. Ensefalopati
hipertensi yaitu sindroma yang ditandai
dengan perubahan neurologis mendadak
atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan.
5. Nefrosklerosis karena
hipertensi.
6. Retinopati hipertenssi.
2.3 Kosep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian klien dengan hipertensi
- Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas
pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat,
perubahan irama jantung
- Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit
jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah,
tachycardi, disarythmia.
- Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah
kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati,
gelisah, otot mulai tegang.
- Eliminasi
Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
- Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan
(naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda:
Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
- Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut,
sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi
bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.
Respon motorik: penurunan kekuatan
genggaman tangan.
- Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul
pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
- Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan
dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat
merokok.
Tanda:
Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
- Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara
brejalan.
Pemeriksaan Diagnostik
- Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas).
- BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
- Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
- Kalsium serum
- Kalium serum
- Kolesterol dan trygliserid
- Px tyroid
- Urin analisa
- Foto dada
- CT Scan
- EKG
Prioritas keperawatan:
- Mempertahankan/ meningkatkan fungsi
kardiovaskuler.
- Mencegah komplikasi.
- Kontrol aktif terhadap kondisi.
- Beri informasi tentang proses/ prognose dan
program pengobatan.
2. Diagnosa
Keperawatan:
Intoleran aktivitas sehubungan
dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan/ kriteria:
- Berpartisipasi dalam aktifitas yang
diinginkan/ diperlukan.
- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas
yang dapat diukur.
- Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda
intoleransi fisiologi.
Intervensi:
- Kaji respon terhadap aktifitas.
- Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah
istirahat.
- Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
- Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga,
misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir rambut.
- Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
- Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/
perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.
- Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri (akut), sakit kepala
sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Hasil yang diharapkan: melapor
nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.
Intervensi:
- Pertahankan tirah baring selama fase akut.
- Beri tindakan non farmakologik untuk
menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.
- Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang
dapat meningkatkan nyeri kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air
besar.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti
ancietas.
Diagnosa
Keperawatan
Kerusakan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder terhadap kerusakan neuron
motorik atas.
Kriteria:
Klien akan menunjukkan tindakan
untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
1) Ajarkan
klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang tidak
sakit pada sedikitnya empat kali sehari.
R/
Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
2) Lakukan
latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai empat kali
sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar otot rileks
dan sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada
sendi dan jaringan.
R/
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan.
Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih
kuat dari ekstensor dan abduktor.
3) Bila
klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.
R/
Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kontraktur permanen.
4) Siapkan
mobilisasi progresif.
R/
Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke
sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan
keletihan dan peningkatan tahanan.
5) Secara
perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai
indikasi.
R/ Memberikan dorongan pada klien
untuk melakukan secara teratur.
Diagnosa
Keperawatan
Resiko tinggi terhadap cedera yang
berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.
Kriteria hasil:
- Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan
resiko terhadap cedera.
- Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah
cedera.
- Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
1) Lakukan
tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.
2) Bila
penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
- Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas
sebelum digunakan.
- Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera
yang tak terdeteksi.
- Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta
kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
R/
Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.
3) Lakukan
tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.
R/
Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan
atau jatuh.
4) Anjurkan
klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/ Klein
dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat bantu ini dan
3. Pelaksanaan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara
lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis
keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk:
2. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk
menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
3. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
4. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah
garam.
5. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila
penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
- Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita
baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan
primer.
- Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap
dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin.
- Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik
yang lain harus dikontrol.
- Batasi aktivitas.
TINJAUAN
KASUS
3.1 Pengkajian
Pengkajian
dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2002 pada pukul 11.00 WIB.
3.1.1 Pengumpulan data
1) Data biografi klien
a) Nama : Tn. S
b) Tempat
dan tanggal lahir : - / umur 67 tahun
c)
Pendidikan terakhir : SD tidak tamat
a) Agama :
Islam
b) Satus perkawinan :
Duda
c) TB/BB :
155 cm / 37 kg
d) Penampilan umum :
Bersih dan rapi, badan kurus.
e)
Ciri – ciri tubuh : jalan masih tegak, rambut
sebagian memutih
f) Alamat : Karang Patian – Pulung - Ponorogo.
g) Orang yang dekat dihubungi: Tn. Asnat
h) Hubungan dengan klien :
Cucu.
i) Alamat : Ponorogo.
2) Riwayat keluarga
|
|||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
|
Keterangan:
= laki -
laki =
Tn. S
=
perempuan =
Perempuan meninggal
3) Riwayat pekerjaan
Pekerjaan sebelumnya Tukang Kayu .
4) Riwayat lingkungan hidup
Sekarang klien tinggal di Wisma
Kunthi bersama lansia yang lain orang. Jumlah kamar 6 buah dengan kondisi kamar
cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak ada pakaian
kotor yang menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur bersih. Pertukaran udara an cahaya matahari
baik. Tingkat kenyamanan dan privacy
terjamin.
4) Riwayat rekreasi
Klien senang nonton TV .
5) Sistem pendukung
Di panti ada seorang perawat lulusan
SPK yang bertugas mengurusi masalah kesehatan. Hampir semua kebutuhan terpenuhi
karena panti menyiapkan kebutuhan lansia serta kegiatan terjadwal secara
teratur. Apabila lansia mengalami masalah kesehatan yang serius panti
melakuykan rujukan ke puskesmas maupun rumah sakit.
6) Deskripsi kekhususan
Klien mengatakan selalu melakukan
solat 5 waktu dan mendapat pembinaan mental dan rohani setiap minggu.
7) Status kesehatan
Klien mengatakan pernah mengalami
sakit punggung setahun yang lalu. Sekarang klien mngeluh Pusing, Kalau
beraktivitas cepat merasa lelah, penglihatan kabur, kadang – kadang terasa
lemah diseluruh tubuh .
8) A D L (activity daily living)
Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan
kebutuhan ADL klien diskor dengan A karena berdasarkan pengamatan mahasiswa,
klien mampu memenuhi kebutuhan makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil dan
berpakaian secara mandiri.
Psikologis kien meliputi:
·
Persepsi klien terhadap penyakit:
klien memandang penyakitnya hanya biasa.
·
Konsep diri baik karena klien mampu
memandang dirinya secara positif dan mau menerima kehadiran orang lain.
·
Emosi klien stabil
·
Kemampuan adaptasi klien baik.
·
Mekanisme pertahanan diri:
klien mengatakan senang tinggal di
panti.
9) Tinjauan sistem
a) Keadaan umum: klien
tampak bersih.
b) Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)
c) Skala koma glasgow: E=4, V=5, M=6, total15
d) Tanda – tanda vital: N: 80 x/mnt; S: 37,20C, RR:
16 x/mnt; TD: 170/90 mmHg.
e) Sistem pengelihatan: Baik, mata kiri dan kanan tidak ada
kelainan, visus normal.
f) Pendengaran: klien dapat mendengar
dengan baik.
g) Sistem kardiovaskuler:
- Inspeksi:
pergerakan dada simetris.
-
Perkusi: terdapat suara pekak.
-
Auskultasi: Irama jantung teratur, suara S1S2 tunggal.
- Sistem pernafasan:
-
Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, tidak ada retraksi otot bantu
pernafasan.
-
Perkusi: Suara paru ka/ki sama sonor.
-
Auskultasi: vesikuler, wheezing (-),
ronkhi (-)
h) Sistem integumen
Inspeksi: tekstur kulit terlihat
kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (-), dekubitus (-), bekas luka (-). Palpasi:
turgor kulit normal.
i) Sistem perkemihan
Klien mengatakan biasa buang air
kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari, Ngompol (-)
j) Sistem muskuloskletal
ROM klien baik/penuh, klien seimbang
dalam berjalan, kemampuan menggenggam
kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada kelainan tulang, atrofi dll.
k) Sistem endokrin
Klien mengatakan tidak menderita
kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
l) Sistem immune
Klien mengatakan tidak mengerti
imunisasi, sensitivitas terhadap zat alergen (-), riwayat penyakit berkaitan
dengan imunisasi, klien mengatakan tidak tahu.
m) Sistem gastrointestinal
Klien hanya mengkonsumsi makanan
yang disediakan dari dapur umum panti
dengan frekuensi 3 kali sehari dan setiap makan hanya ¼ porsi. Kebiasaan
minum kopi (-), susu (-), peristaltik (+). Klien mengatakan bab tiap hari sekali dengan konsistensi lembek.
n) Sistem reproduksi
Klien mengatakan memiliki 2 orang
anak putra dan putri.
o) Sistem persyarafan
Keadaan status mental klien baik
dengan emosi stabil. Respon klien terhadap pembicaraan (+) dengan bicara yang
normal dan jelas, suara pelo (-). Interpretasi klien terhadap lawan bicara
cukup baik.
10) Status
kognitif/afektif/sosial
a) Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan
kesalahan 6, karena klien sekolah SD tidak tamat.
b) Mini mental state exam (MMSE) dengan skore 9, karena klien
memang tidak mengerti.
3.1.2 Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
2.
|
DS:
- Klien mengeluh cepat merasa lelah
kalau bekerja, Jantung berdebar – debar, sering berkeringat.
DO:
- Tekanan darah 170 / 90 mmHg, Nadi 80
kali/menit,.
DS:
- Klien mengatakan sering merasa pusing
dan penglihatan kabur.
DO:
- Tekanan darah 170 / 90 mmHg, Nadi 80
kali/menit,.
|
Ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan O2.
Defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi.
|
Intoleran aktivitas
Resiko tinggi terhadap cedera
|
3.2 Diagnosa Keperawatan dan
Perumusan Prioritas keperawatan
3.2.1 Diagnosa Keperawatan
1)
Intoleransi Aktivitas sehubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan akan oksigen
2) Resiko tinggi cedera sehubungan dengan
penurunan lapangan pandang .
3.3 Perencanaan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
|
Intoleransi Aktivitas sehubungan
dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan akan oksigen
Resiko tinggi cedera sehubungan
dengan penurunan lapangan pandang
|
Tujuan/ kriteria:
- Berpartisipasi dalam aktifitas yang
diinginkan/ diperlukan.
- Melaporkan peningkatan dalam toleransi
aktifitas yang dapat diukur.
- Menunjukkan penurunan dalam
tanda-tanda intoleransi fisiologi
- Mengidentifikasi faktor yang
meningkatkan resiko terhadap cedera.
- Memperagakan tindakan keamanan untuk
mencegah cedera.
|
- Kaji respon terhadap aktifitas.
- Perhatikan tekanan darah, nadi selama/
sesudah istirahat.
- Perhatikan nyeri dada, dyspnea,
pusing.
- Instruksikan tentang tehnik menghemat
tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir rambut.
- Melakukan aktifitas dengan
perlahan-lahan.
- Beri dorongan untuk melakukan
aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.
- Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan
klien untuk melakukan:
- Kaji suhu air mandi dan bantalan
pemanas sebelum digunakan.
- Kaji ekstremitas setiap hari terhadap
cedera yang tak terdeteksi.
- Pertahankan kaki tetap hangat dan
kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan
dengan pengunaan alat bantu.
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan
keamanan di rumah.
|
1. Untuk mengidentifikasikan
aktivitas yang cocok dan seberapa jauh klien dapat melakukannya.
2. Untuk mengidentifikasikan
perubahan yang terjadi
3. Mencegah terjadinya kelelahan
4. Membantu penyesuaian tubuh
terhadap perubahan aktivitas
5. Aktivitas mandiri membantu dalam
perubahan kebutuhan hidup
1) Membantu menurunkan cedera.
2) Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi
klien terhadap suhu.
3) Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat
meyebabkan regangan atau jatuh.
4) Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat
bantu ini dan
|
3.4 Implementasi
Waktu/tgl
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
5
– 03 --2002
12.00
6
– 03– 2002
07.30
08.00-10.30
11.00
7–
03 – 2002
08.00
11.00
|
· Memberikan HE tentang:
-
Penyebab terjadinya kelelahan pada pasien dan alasan timbulnya keluhan yang
seperti, penglihatan kabur dan cara – cara untuk mengatasinya agar tidak
timbul cedera.
· Menemani pasien saat klien
mengikuti senam.
· Mengukur Nadi pasien setelah
melakukan senam .
· Mengkaji keluhan pasien setelah
melakukan senam.
· Melakukan pemeriksaan fisik, dan
melibatkan klien dalam kegiatan rekreasi.
· Memotivasi klien untuk beristirahat bila merasa lelah.
·
Menjelaskan pada pasien tentang
pentingya istirahat.
·
Melibatkan
klien untuk mengikuti kegiatan senam.
·
Mendampingi
klien makan siang dan memotivasi untuk meningkatkan porsi makan .
·
Menjelaskan
pada pasien cara – cara untuk menghidari terjadinya cedera
·
Menganjurkan
pada pasien untuk melaporkan pada petugas kesehatan panti bila timbul keluhan
.
·
Meminta
Petugas kesehatan Panti agar dapat mengontrol tekanan darah klien.
·
Mengevaluasi
tekanan darah, nadi dan Pernapasan.
·
Melakukan
terminasi dan evaluasi.
|
·
Klien
kooperatif.
·
Klien
tampak serius memperhatikan.
·
Klien berpartisipasi
dalam kegiatan senam dari awal sampai akhir.
·
Nadi 80
Kali / menit
·
Tidak
mengeluh lelah
·
Klien
mengikuti kegiatan rekreasi dan klien banyak tertawa
·
Klien
mengatakan mengikuti saran yang diberikan mahasiswa
·
Klien
kooperatif.
·
Klien
tampak serius memperhatikan
·
Klien
berpartisipasi mengikuti kegiatan senam tanpa keluhan lelah
·
Klien
kooperatif.
·
Klien
tampak serius memperhatikan
·
Klien
mengatakan akan mengikuti saran yang diberikan.
·
Tensi
170/80 mmHg, Nadi 70 Kali/menit, RR 18 kali/menit.
|
3.5 Evaluasi
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Evaluasi
|
1.
2.
|
Intoleransi Aktivitas sehubungan
dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan akan oksigen
Resiko tinggi cedera sehubungan
dengan penurunan lapangan pandang
|
Tanggal: 7 Maret 2002-03-14
S: Klien mengatakan mengatakan tidak mengeluh
lelah. Merasa agak kuat .
O: nadi 70 Kali/menit, RR 18 Kali/menit, bebas
melakukan aktivitas
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Rencana dapt diteruskan.
S: Klien mengatakan tidak merasa pusing dan
penglihatannya tidak kabur.
O: Klien bebas berjalan dan berkomunikasi dengan
teman – temannya
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Rencana diteruskan.
|
Daftar Pustaka
Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman
Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis
dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan:
Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc
of Aging. Little Brown and Company. Boston
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2.
Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby
Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia.
Jakarta
EmoticonEmoticon