LAPORAN PENDAHULUAN INTUSUSPEPSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intususepsi merupakan salah satu bentuk dari
obstruksi usus. Obstruksi usus terdapat dua jenis yaitu ileus paralitik yang
disebabkan pengaruh toksin dan obstruksi mekanik dimana terdapat obstruksi intralumen. Dalam hal
ini intususepsi tergolong dalam obstruksi mekanik yaitu adanya invaginasi usus
ke dalam bagian usus di bawahnya.
Sehingga akan mengakibatkan terjadinya suatu sumbatan pada lumen usus.
Intususepsi merupakan penyebab paling sering dari
obstruksi usus pada usia 2 bulan – 6 tahun. Walaupun sebagian kecil intususepsi
dapat terlepas spontan namun pada kebanyakan kasus bila tidak diobati akan
berakibat kematian.
B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah dengan judul Asuhan
Keperawatan pada Bayi/anak dengan Intususepsi adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui
gangguan saluran pencernaan pada bayi dan anak yang disebabkan oleh obstruksi
pada usus yaitu intususepsi.
2.
Mengetahui dan
mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dan bayi dengan gangguan
obstruksi usus intususepsi.
C. Batasan Masalah
Pembahasan topik dalam makalah ini yaitu mengenai
asuhan keperawatan gangguan saluran pencernaan pada bayi/anak yang disebabkan
obstruksi usus yaitu Intususepsi dan mencakup prabedah maupun pascabedah.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Pengertian
Intususepsi adalah
invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih
distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens)
(Nettina, 2002)
Suatu
intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa
sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya
mengecil atau memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal.
(Nelson, 1999).
B. Etiologi
Penyebab
intususepsi tidak diketahui, tetapi mungkin diawali dengan peningkatan
motilitas usus dan hiperplasia limfoid. Bercak jaringan limfoid yang membengkak
dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltik usus dalam upaya untuk
mengeluarkan massa tersebut sehingga meyebabkan intususepsi. Faktor-faktor
penunjang yang penting pada anak-anak yang lebih besar meliputi divertikulum
Meckel, polip atau kista usus, malrotasi intestinal, enreritis akut, cedera
atau pembedahan abdomen, fibrosis kistik atau penyakit seliak.
C. Pathofisiologi
Bagian atas
usus/intususeptum berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya (intususipiens)
sambil menarik mesenterium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya. Pada
mulanya terdapat suatu konstriksi mesenterium sehingga menghalangi aliran darah
balik. Penyumbatan intususeptum terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang
menghasilkan tinja berdarah, kadang-kadang mengandung lendir. Puncak dari
intususepsi dapat terbentang hingga kolon transversum desendens dan sigmoid
bahkan ke anus pada kasus yang terlantar. Lumen usus yang tersumbat secara
progresif akan teregang oleh cairan dan gas akibat peningkatan tekanan
intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke
darah. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah
penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengirangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
D. Manifestasi
Klinis
Terdapat
awitan rasa nyeri paroksismal hebat pada seorang anak yang sebelumnya sehat,
akan timbul lagi dengan selang waktu singkat disertai upaya peregangan serta
jeritan-jeritan keras. Bila tidak dihentikan anak menjadi lemah dan letargis,
hingga terjadi syok (nadi cepat, pucat dan keringat banyak) disertai kenaikan
suhu sampai 41˚C. Muntah pada awal penyakit dan selanjutnya mengandung
bercak-bercak empedu. Tinja dengan bentuk normal masih dapat dikeluarkan selama
beberapa jam pertama sejak timbulnya gejala. Setelah itu pengeluaran tinja akan
berkurang bahkan tidak terjadi lagi dan penderita jarang atau tidak akan
flatus. Pada umumnya darah dikeluarkan dalam 12 jam pertama, tetapi
kadang-kadang tidak terjadi sama sekali; 60% bayi akan mengeluarkan tinja
mengandung darah segar bersama-sama dengan lendir, tinja agar-agar kismis.
Beberapa penderita hanya tampak rewel dan letargi yang bergantian atau
progresif.
Palpasi
abdomen mengungkapkan adanya massa dengan rasa nyeri berbentuk sosis,
kadang-kadang tidak jelas. Massa tersebut dapat bertambah besar dalam ukuran
dan kekerasannya selama suatu nyeri paroksismal. Adanya lendir berdarah pada
ujung jari ketika jari tersebut dikeluarkan setelah pemeriksaan rektal.
Distensi dan rasa nyeri abdomen berkembang sejalan dengan semakin akutnya
obstruksi usus tersebut.
E. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti
sutu massa di tempat intususepsi.
2.
Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan
gangguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung barium ketika begerak
maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
3.
Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang
bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga)
4.
Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tamilan
“coiled spring” pada usus.
5.
Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area
usus yang mesuk.
F. Penatalaksanaan
Medis
1.
Intervensi Terapeutik
Reduksi hidrostatik usus yang
masuk dengan barium enema digunakan selama 48 jam pertama setelah awitan dapat
mengurangi intususepsi pada 75 %.
2.
Intervensi Bedah
Intususepsi dapat dikurangi
melalui pembedahan; reseksi mungkin diperlukan jika usus mengalami gangren.
G. Asuhan
Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Pengkajian fisik secara umum.
b.
Riwayat kesehatan.
c.
Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan
sesudah operasi.
d.
Observasi tingkah laku anak/bayi.
e.
Observasi manifestasi terjadinya intususepsi :
- Nyeri
abdomen paroksismal
- Anak
menjerit dan melipat lutut ke arah dada
-
Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval
diantara episode nyeri
- Muntah
- Letargi
-
Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mukus;
tes Hemocculi positif.
- Feses
tidak ada meningkat
- Distensi
abdomen dan nyeri tekan.
- Massa
terpalapsi yang seperti sosis di abdomen.
- Anus
yang terlihat tidak biasa; dapat tampak seperti prolaps rektal.
- Dehidrasi
dan demam sampai kenaikan 41ºC
-
Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan
keringat banyak
f.
Observasi manifestasi intususepsi yang kronik :
- Diare
- Anoreksia
- Kehilangan
berat badan
- Kadang-kadang
muntah
- Nyeri
yang periodik
- Nyeri
tanpa tanda gejala lain
g.
Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti
pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema dan ultrasonogram.
2.
Masalah Keperawatan
a.
Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
b.
Syok hipovolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan
dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
c.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan,
lingkungan yang asing.
d.
Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses
inflamasi, demam.
e.
Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
3.
Intervensi
a.Preoperasi
i.
Diagnosa
keperawatan : Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
Tujuan : Berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan
toleransi yang dirasakan anak.
Kriteria
Hasil : Anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan
yang minimum.
Intervensi :
-
Observasi perilaku bayi sebagai indikator nyeri; dapat
peka rangsang dan sangat sensitif untuk perawatan atau letargi atau tidak
responsif.
-
Perlakukan bayi dengan sangat lembut.
-
Jelaskan penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang
tujuan tes diagnostik dan pengobatan.
-
Yakinkan anak bahwa analgesik yang diberikan akan
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan.
-
Jelaskan tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik
usus yang dapat mengurangi intususepsi.
-
Kaji feses, bila feses berwarna coklat normal merupakan
indikasi pengurangan dari intususepsi.
-
Jelaskan resiko terjadinya nyeri yang berulang.
-
Kolaborasi : berikan analgesik untuk mengurangi rasa
nyeri.
ii.
Diagnosa keperawatan : Syok hipovolemik
berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam
lumen.
Tujuan
: Volume sirkulasi (keseimbangan cairan
dan elektrolit) dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda syok hipovolemik tidak terjadi.
Intervensi :
-
Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi,
takipnea, demam.
- Pantau
masukan dan haluaran.
-
Perhatikan adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan
dangkal jika berada pada keadaan syok.
-
Pantau frekuensi nadi dengan cermat dan ketahui rentang
nadi yang tepat untuk usia anak.
- Laporkan
adanya takikardi yang mengindikasikan syok.
-
Kurangi suhu karena demam meningkatkan metabolisme dan
membuat oksigenasi selama anestesi menjadi lebih sulit.
- Kolaborasi
:
Lakukan pemeriksaan
laboratorium : Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
Berikan plasma/darah, cairan,
elektrolit, diuretik sesuai indikasi untuk memelihara volume darah sirkulasi.
iii.
Diagnosa keperawatan : ansietas berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
Tujuan
: Rasa cemas pada anak dapat berkurang.
Kriteria
Hasil : Anak dapat beristirahat dengan tenang dan melakukan prosedur tanpa
cemas.
Intervensi :
-
Beri pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi
untuk mengurangi rasa cemas.
-
Orientasikan klien dengan lingkungan yang masih asing.
-
Jelaskan dimana nanti orang tua saat dilakukan tindakan
operasi.
-
Pertahankan ada orang yang selalu menemani klien
untuk meningkatkan rasa aman.
-
Jelaskan alasan dilakukan tindakan pembedahan
-
Jelaskan semua prosedur pembedahan yang akan dilakukan
b. Post
operasi
i.
Diagnosa keperawatan : Nyeri berhubungan dengan
insisi pembedahan.
Tujuan
: Berkurangnya rasa nyeri sesuai toleransi pada anak.
Kriteria
Hasil : Anak menunjukkan tanda-tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.
Intervensi :
-
Hindarkan palpasi area operasi jika tidak diperlukan
-
Masukkan selang rectal jika diindikasikan, untuk
membebaskan udara.
-
Dorong untuk buang air untuk mencegah distensi vesika
urinaria.
-
Berikan perawatan mulut untuk memberikan rasa nyaman.
-
Lubrikasi lubang hidung untuk mengurangi iritasi.
-
Berikan posisi yang nyaman pada anak jika tidak ada
kontraindikasi.
-
Kolaborasi :
Berikan analgesi untuk
mengatasi rasa nyeri.
Berikan antiemetik sesuai
pesanan untuk rasa mual dan muntah.
ii.
Diagnosa keperawatan : inefektif termoregulasi
berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
Tujuan
: Termoregulasi tubuh anak normal
Kriteria
Hasil : Tidak ada tanda-tanda kenaikan suhu.
Intervensi :
-
Gunakan tindakan pendinginan untuk mengurangi demam,
sebaiknya 1 jam setelah pemberian antipiretik :
-
Meningkatkan sirkulasi udara
-
Mengurangi temnperatur lingkungan
-
Menggunakan pakaian yang ringan/tipis.
-
Paparkan kulit terhada udara.
-
Gunakan kompres dingin pada kulit.
-
Cegah terjadi kedinginan, bila anak menggigil tambahkan
pakaian.
-
Monitor temperatur.
-
Kolaborasi : Berikan antipiretik sesuai dengan berat badan bayi.
4.
Evaluasi
a.
Nyeri pada abdomen dapat berkurang.
b.
Syok hipovolemik dapat teratasi dengan segera melakukan
koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit.
c.
Obstruksi usus dapat teratasi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali ke normal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai gangguan
yang terdapat pada saluran pencernaan bayi dan anak salah satunya adalah adanya
obstruksi pada usus dan hal ini mencakup mekanik maupun paralitik. Sedangkan
Intususepsi merupakan salah satu bentuk gangguan obstruksi usus yang sifatnya
mekanik.
Intususepsi merupakan
gangguan saluran pencernaan yang dimanifestasikan dengan terjadinya invaginasi
usus ke dalam bagian usus di bawahnya. Masalah yang utama muncul yaitu
terjadinya rasa nyeri abdomen yang paroksismal. Serta terjadinya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit hingga terjadi syok hipovolemik.
B. Saran
Dalam memberikan
perawatan kepada bayi atau anak dengan gangguan saluran pencernaan obstruksi
usus mekanik ini yaitu intususepsi harus diperhatikan ancaman yang dapat muncul
selain rasa nyeri yaitu resiko terjadinya syok yang dapat menyebabkan
kematian.Sehingga tenaga kesehatan harus benar-benar memperhatikan tanda-tanda
yang mengarah ke arah syok.
EmoticonEmoticon