LAPORAN PENDAHULUAN GASTRITIS
GASTRITIS
A. DEFINISI
Gastritis adalah suatu
peradangan pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster ( Sujono Hadi, 1999: 81)
B. ETIOLOGI
1. Stress
2. Zat kimia
a.
Alkhohol
b.
Obat,
terutama golongan NSAID misalnya : aspirin.
3. Makanan yang merangsang: panas, pedas,
asam
4. Helycobacter pylory ( pada gastritis
kronis )
C. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
1. Gastritis Akut
Gastritis
akut dapat dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan
dan alkhohol, makanan yang panas, pedas maupun asin.
Pada orang
yang mengalami stres akan menjadi perangsang saraf simpatis NV (Nervus Vagus)
yang akan meningkatkan produksi asam klorida ( HCL ) di dalam lambung. Adanya
HCL yang berada dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.
Zat kimia
maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang
berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya, sedangkan mukus itu
fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon
mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya
vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang
memproduksi HCL (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi
mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCL meningkat.
Peningkatan
HCL ini disamping dapat menimbulkan mual, muntah dan anoreksia juga dapat
menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa gaster.
Respon
mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfaliasi (pengelupasan).
Eksfaliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa.
Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya pendarahan.
Pendarahan
yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri
karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam
setelah pendarahan.
2. Gastritis Kronis
Helicobacter
pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan
gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis
pada gaster yaitu :destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia
adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan
mengganti sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat.
Karena sel
squamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna
makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya
tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya akan menimbulkan
rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan
lambung, sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa.
Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada
mukosa gaster
Intervensi :
a.
Kaji
lokasi, lama dan intensitas nyeri.
R : membandingkan dengan gejala nyeri sebelumnya dan menentukan
pengambilan
tindakan keperawatan.
b.
Ajarkan
teknik distraksi
R : mengalihkan perhatian klien untuk mengurangi nyeri
c.
Berikan
analgetik terutama golongan narkotik
R : mengurangi rasa nyeri dan mengurangi aktifitas peristaltik
d.
Kaji
keefektifan analgetik
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan masukan makanan
Intervensi :
a.
Berikan
makanan sedikit tapi sering, misalnya biskuit.
R : makanan mempunyai penetralisir asam HCL
b.
Anjurkan
pasien untuk menghindari makanan yang merangsang
R : makanan yang merangsang akan meningkatkan produksi HCL
c.
Ukur
berat badan secara teratur
R : mengetahui jumlah peningkatan atau penurunan berat badan secara
tepat
d.
Kolaborasi
dokter untuk pemberian vitamin B Complec dan B12
R : meningkatkan nafsu makan dan absobsi nutrisi
3. Resiko terjadi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan perdarahan sekunder
Intervensi :
a.
Catat
banyaknya perdarahan
R : dapat dijadikan pedoman untuk menggati jumlah darah yang keluar
b.
Monitor
tanda vital
R : mengetahui keadekuatan sirkulasi, tensi dan nadi dapat digunakan
untuk perkiraan
kasar kehilangan darah.
c.
Kaji
perubahan tingkat kesadaran
R : perubahan tingkat kesadaran menunjukan suply darah ke otak kurang
d.
Kolaborasi
dokter untuk pemberian cairan intravena
R : mengganti kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marillynn, Moorhouse, Mary Frances dan
Geissier, Alice C, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, Penerbit
EGC, Jakarta.
Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi,
Penerbit Alumni, Jakarta.
Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi,
edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta.
Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan
Sitemik, edisi 2, EGC, Jakarta
=====================================================================
BAB II
TINJAUAN TEORI
THYPUS ABDOMINALIS
A.
PENGERTIAN
1.
Thypus Abdominalis adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernakan dengan gejala
demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran ( FKUI, 1985 ).
2. Thyous Abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus
halus, disebabkan dari kotoran kemulut melalui makanan dan air minum yang
tercemar dan sering timbul dalam wabah (Markum, 1991).
B.
ETIOLOGI
Disebabkan oleh salmonela thyposa,
hasil ragam -, bergerak dengan rambut getar, oto tak berspora, mempunyai
sekurang-kurangnya 3 antigen, yaitu antigen O (somatik, terdiri dari zat
kompleks lipopolosakarida), antigen H (aglutimin) terdapat ke-3 macam antigen (
FKUI, 1985 ).
C.
PATOFISIOLOGI
DAN PATHWAYS
Kuman salmonela masuk kedalam saluran
cerna, bersama makanan dan minuman, sebagian besar akan mati oleh asam lambung
HCL dan sebagian ada yang lolos ( hidup ) kemudian kuman masuk ke dalam usus (
plag peyer ) dan mengeluarkan endotoxin sehingga menyebabkan bakterimia primer
dan mengakibatkan peradangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah
limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe. Di organ
dipagosit akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar
ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang
mengakibatkan mal absobsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi
diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam
remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh sehingga tubuh mudah lelah. Selain
itu endotown yang masuk ke pembuluh darah kapiler menyebabkab roseola pada
kulit dan lidah hiperemia. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatosplenomegali.
Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus,
perforasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pneumonia, meningitis,
kolesistitis, neuropsikiatrik).
Makanan
terkontaminasi salmonella
Mulut
Lambung HCL
Hidup Tak
Hidup
Usus terutama plag peyer
Kuman mengeluarkan endotoksin
Bakteremia primer
Retikulo endotellal sistem (RES)
Difagosit Tidak
Difagosit
Mati Bakteremia sekunder
Pemb. Darah kapiler Usus
halus hipotalamus Hepar
Roseola tidak peradangan menekan Hepatosplenomagali
Pada kulit hiperemi thermoregulasi
Malabsobsi Demam
remitten endotoksin merusak
Nutrien (MK2) fungsi
hepar
Hiperperistaltik usus Hipertermi
(MK1) SGOT/SGPT
Meningkat
Kurang volume
Cairan (MK3)
Diare Cepat
lelah
Konstipasi Bedrest Intoleransi
Aktivitas ( MK4 )
Reinfeksi usus
Komplikasi
Intestinal Ekstra
Intestinal
Perdarahan usus -
Pneumonia
Revolusi -
meningitis
Peritonitis -
Kolesistitis
Neuropsikiatrik
D.
GAMBARAN
KLINIS
i. Gejala klinis typus abdominalis biasanya berlangsung 10 –
20 hari yang tersingkat 4 hari. Selama masa inkubasi biasanya ditemukan gejala
prodonormal yang sama seperti infeksi – infeksi yang lain, seperti perasaan tak
enak, badan lesu, nyeri otot dan demam yang terjadi pada minggu pertama.
ii. Pada minggu kedua timbul gejala khas typoit berupa demam
remitten yang berlangsung 3 minggu. Pada minggu pertama suhu tubuh berangsur
–angsur meningkat setiap hari. Pada minggu kedua penderita terus dalam keadaan
demam dan pada minggu ketiga suhu badan berangsur turun.
iii. Selain demam juga muncul gejala pada saluran pencernakan
yaitu pada mulut terdapat nafas berbau tidak enak, bibir kering dan pecah –
pecah ( ragaden), lidah diselaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan kadang
disertai tremor.
iv. Pada abdomen mungkin timbul keadaan perut kembung (
meteorismus ) dan biasanya terjadi diare. Pada hati dan limpa terjadi
hepatosplenomegali disertai nyeri pada perabaan. Disamping gejala – gejala yang
biasa ditemukan gejala tersebut mungkin ditemukan juga gejala lain yaitu pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik – bintik
kemerahan karena emboli basil kedalam kapiler kulit. Kadang ditemukan
bradikardi dan epitaksis.
E.
Penunjang
diagnosis: untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorum
sbb:
F.
Pemeriksaan
darah tepi
a. Terdapat gambaran leukopeni pada permulaan sakit mungkin
terdapat anemia dan trombositopeni ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana
tapi mudah dikerjakan dilaboratorium sederhana tetapi berguna membantu diagnosa
yang tepat dan juga bisa ditemukan adanya SGOT/SGPT yang meningkat.
G.
Pemeriksaan
widal
a. Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi
bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella. Pemeriksaan
positif bila terjadi aglutinasi. Aglutinasi untuk membuat diagnosa diperlukan
titer zat anti terhadap antigen O teter yang bernilai 1/200/L dan atau
menunjukkan ketinggian yang progressif digunakan untuk membuat diagnosis karena
dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi / bila pasien telah lama smbuh.
H.
FOKUS
INTERVENSI
I.
Hipertermi
b. D. Efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus.
a. Tujuan: mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
b. Intervensi:
c. Pantau suhu klien
i. R: Suhu 38 o C – 41 0 C menunjukkan
proses penyakit infeksius akut.
d. Pantau suhu lingkungan , batasi atau tambahkan linen pada
tempat tidur sesuai kebutuhan.
i. R: Suhu ruangan atau jumlah selimtu harus dirubah untuk
mempertahankan suhu
ii. mendekati normal.
e. Berikan kompres mandi hangat.
i. R: Dapat membantu mengurangi demam
f. Kolaborasi pemberian antipiretik.
i. R; untuk mengurangi demam aksi sentralnya di hipotalamus.
J.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. gangguan absorbsi nutrien.
a. Tujuan: kebutuhan nutrisi terpanuhi
b. Intervensi;
i. Dorong tirah baring
ii. R :
menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan
energi.
iii. Anjurkan istirahat sebelum makan
iv. R: menenangkan peristaltikdan meningkatkan energi untuk
makan.
v. Berikan kebersihan oral
vi. R: mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makan.
vii. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik.
viii. R : lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan lebih
kondusif untuk makan.
ix. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adequat
x. R : nutrisi yang adekuat akan membantu proses
penyembuhan.
xi. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi.
xii. R : program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal
sementara memberikan nutrisi
xiii. penting
K.
Resiko
tinggi kurang volume cairan b.d. kehilangan sekunder terhadap diare.
a. Tujuan : mempertahankan
volume cairan adekuat dengan kriteria membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
pengisian kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan masukan dan keluaran
urine normal.
b. Intervensi :
c. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan
yang tidak terlihat.
i. R: memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan
kontrol penyakit usus juga merupakan
pedoman untuk penggantian cairan.
d. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa,
turgor kulit dan pengisian kapiler.
i. R: menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau
dehidrasi.
e. Kaji tanda vital.
i. R: demam menunjukkan respon terhadap efek kehilangan
cairan.
f.
Pertahankan
pembatasan peroral, tirah baring.
i. R: kolon diistarahatkan untuk penyembuhan dan untuk
penurunan kehilangan cairan usus.
g. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral
i. R: mempertahankan istirahat usus akan memerlukan
penggantian cairan untuk mempertahankan kehilangan.
L.
Intoleran
aktifitas b.d. peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi
akut.
a. Tujuan: melaporkan kemampuan melakukan peningkatan
toleransi aktifitas.
b. Interrvensi:
M.
Tingkatkan
tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
i. R: menyediakan energi yang digunakan untuk aktifitas.
N.
Ubah
posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
i. R: meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan
tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
O.
Tingkatkan
aktifitas sesuai toleransi.
i. R: tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena
keterbatasan aktifitas yang mengganggu periode istirahat.
P.
Berikan
aktifitas hiburan yang tepat seperti nonton TV, dengar radio dll.
i. R: meningkatkan relaksasi dan menghemat energi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L.J, 1997, Buku Saku Diaognosa Keperawatan, Edisi VI, EGC,
Jakarta
Doengoes, M.E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC,
Jakarta
Mansjoer, A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi IV, EGC, Jakarta
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi XII, EGC, Jakarta
Sarwono, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi III, FKUI,
Jakarta
Staf Pengajar IKA, 1995, Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah II, FKUI,
Jakarta
EmoticonEmoticon