LAPORAN PENDAHULUAN Kurang Energi Protein (KEP)
KONSEP MEDIS
1.
Pengertian
a.
Pengertian Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan adalah
keadaan yang menghambat pemantapan kesehatan atau peningkatan kesehatan atau
penyembuhan. Masalah kesehatan dapat menjadi masalah perawatan bila masalah
tersebut dapat diperbaiki melalui tindakan perawatan. (Bailon, SG dan Maglaya A.S.
1978, hal.45)
b.
Pengertian KEP
Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi
yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi Angka Kebutuhan Gizi (AKG). (Mansjoer, 2000, hal. 512)
Sebelum membahas tentang KEP lebih lanjut terlebih
dahulu memberikan gambaran tentang Kurang Energi Protein (KEP) meliputi :
1)
Klasifikasi KEP (Depkes RI, 1999)
Untuk tingkat Puskesmas
penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibandingkan
dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel berat badan per umur buku median Kho
– NCHS.
a)
KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan KMS
terletak pada pita warna kuning.
b)
KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS
terletak di Bawah Garis Merah (BGM)
c)
KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan berat badan
per umur < 60% baku median WHO – NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP
berat/gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk
digunakan tabel BB/U Baku median WHO-NCHS.
2)
Pengertian Penyakit Lain yang Kaitannya Kurang Gizi
a)
Marasmus
Adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein. Pada marasmus ditandai
dengan atropi jaringan, terutama lapisan sub kutan dan badan tampak kurus
seperti orang tua (Suriadi dan Yuliani, 2001, hal 196)
b)
Kwashiorkor
Adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. (Suriadi dan Yuliani, 2001, hal 195).
c)
Marasmik-Kwashiorkor
Adalah gambaran klinik
merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkoro dan marasmus, dengan
berat badan banding umur < 60% baku median WHO – NCHS disertai edema yang
tidak mencolok.
c.
Asuhan Keperawatan Keluarga dengan KEP
Asuhan keperawatan
keluarga dengan KEP adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui
praktik keperawatan kepada keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami KEP
untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2.
Etiologi
KEP disebabkan oleh
masukan energi dan protein yang tidak mencukupi kebutuhannya, yang disebabkan
oleh multi faktor yang saling terkait antara lain sebagai berikut :
a.
Masukan yang tidak adekuat
Dihubungkan
dengan ketidakmampuan (kemiskinan) penyakit menyebabkan anoreksia, prosedur di
RS yang memuaskan bayi dan tekanan psikologis.
b.
Meningkatnya kebutuhan energi karena infeksi, demam,
ruda paksa/trauma neoplasma, hipertiroid dan distres pada jantung dan
pernafasan.
c.
Meningkatnya energi yang terbuang dapat disebabkan
muntah, diare dan sindrome mal absorbsi juga menurunkan retensi energi. (Bute
dalam Tsang Nicholas 1988 : 95-96 dikutip dari Kurang Energi Protein KEP dan
Pencegahannya, Nestle, 1999)
3.
Gejala
Gejala klinik untuk KEP
ringan dan sedang yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis
berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus
kwashiorkor atau marasmic kwashiorkor.
Adapun gejala-gejalanya
adalah :
a.
Manifestasi klinik pada marasmus adalah :
1)
Badan kurus kering
2)
Tampak seperti orang tua
3)
Lethargi
4)
Iritabel
5)
Kulit keriput
6)
Ubun-ubun cekung pada bayi
7)
Jaringan subkutan hilang
8)
Turgor kulit jelek
9)
Malaise
10) Apatis
11) Kelaparan
b.
Manifestasi klinik pada kwashiorkor
1)
Muka sembab
2)
Lethargi
3)
Edema
4)
Jaringan otot mengecil
5)
Jaringan sub kutan tipis dan lembut
6)
Warna rambut pirang atau seperti rambut jagung
7)
Kulit kering dan bersisik
8)
Alopecia
9)
Anorexia
10) Gagal
dalam tumbuh kembang
11) Tampak
anemia (Suriadi
dan Yuliani, 2001, 196-197)
c.
Manifestasi klinik marasmic kwashiorkor
Merupakan
campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <
60% Baku Median WHO NCHS disertai oedem yang mencolok.
4.
Patofisiologi
Patofisiologi KEP adalah
definisi primer karena kesalahan diet, kekurangan energi protein yang bernilai
biologis tinggi baik bersama ataupunterpisah. Sedangkan definisi sekunder
disebabkan oleh faktor-faktor yang mengganggu intake, digesti, absorbsi, metabolisme
makanan sehingga zat yang dimakan oleh tubuh adekuat. Dari kedua definisi di
atas carangan makanan dalam tubuh dimobilisasi untuk memenuhi keperluannya,
habisnya disusun dengan defisiensi dalam jaringan yang mula-mula kelainan
biokimia lalu kelainan faal dan akhirnya kelainan atau gangguan anatomik.
5.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan/mekanisme
pelayanan gizi anak KEP meliputi :
a.
Layanan anak KEP ringan di rumah tangga.
1)
Memberikan nasehat pada keluarga untuk tetap memberikan
ASI sampai usia dua tahun.
2)
Memberikan nasehat diet seimbang pada anak sesuai
dengan usia dan kesehatan.
3)
Menganjurkan pemberian makanan pendamping ASI sesuai
dengan usia dan kondisi kesehatan.
4)
Menganjurkan ditimbang secara teratur untuk mengetahui
pertumbuhan.
b.
Layanan anak KEP di Posyandu/Pusat Pemulihan Gizi (PPG)
Posyandu/Pusat
pemulihan gizi merupakan suatu tempat pelayanan gizi kepada masyarakat yang ada
di desa dan dapat dikembangkan dari Posyandu.
Pelayanan
Gizi di PPG difokuskan pada pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak KEP.
Penanganan pusat pemulihan gizi dilakukan oleh kelompok orang tua balita (5-9
balita) yang dibantu oleh kader untuk menyelenggarakan pemberian makanan tambahan
pemulihan anak KEP.
Layanan
yang dapat dilakukan adalah :
1)
Anak KEP ringan sedang yang tidak menderita penyakit
penyerta lain dapat dilayani dengan PPG.
2)
Memperoleh PMT pemulihan dalam bentuk lumat/lunak
selama 3 bulan.
3)
PMT pemulihan diberikan dengan cara :
a)
Makanan tambahan diberikan dalam bentuk makanan jadi
dan diberikan setiap hari.
b)
Pemberian makanan pada anak KEP di rumah dianjurkan
mengikuti pedoman pemberian makan sesuai kondisi kesehatan dan gizi anak.
c)
Ibu memperoleh penyuluhan gizi/kesehatan serta
demonstrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP.
c.
Tata Laksana Pengobatan KEP sedang – berat di
Puskesmas.
1)
Pengobatan dan pencegahan hipoglikemi
Hipoglikemi
merupakan penyebab kematian yang penting pada anak KEP berat. Pada hipoglikemi
anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat makan
usahakan memberikan makan sering/cair 2-3 jam per hari. Jika anak tidak dapat
makan tapi masih bisa minum berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami
gangguan kesadaran, berikan cairan infus glukose dan segera rujuk ke RS.
2)
Pengobatan dan pencegahan hipoglikemi
Hipoglikemi
ditandai suhu tubuh yang rendah di bawah 36°C pada keadaan ini harus
dihangatkan.
3)
Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan
Tindakan
yang dapat dilakukan adalah :
a)
Jika anak masih menyusu berikan ASI dan berikan
setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih bisa minum lakukan
rehidrasi oral untuk KEP berat dan menggunakan oralit yang diencerkan dua kali.
b)
Jika anak tidak bisa minum lakukan rehidrasi intravena
RL/D5% dan NaCl dengan perbandingan 1 : 1.
4)
Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada
semua KEP berat terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya adalah :
a)
Kelebihan Na tubuh (Natrium) walaupun kadar Na plasma
rendah.
b)
Defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg).
c)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya
oedema dan untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling
sedikit 2 minggu. Untuk mengatasi oedema tersebut jaringan diobati dengan
pemberian diuretika, tapi dengan memberikan : a) makanan tanpa garam dan, b)
untuk rehidrasi, berikan makanan yang banyak mengandung mineral (Zn, Cuprum,
Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lunak atau lumat).
5)
Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP
berat tanda yang umum menunjukkan infeksi seperti demam seringkali tidak tampak
oleh karena itu pada semua KEP berat secara rutin diberikan :
a)
Antibiotik spektrum luas bila tanpa komplikasi
komimoksasol 5 ml, suspensi pediatri secara oral 2x sehari selama 5 hari (2,5
ml) bila BB < 4 kg.
b)
Vaksinasi campak bila anak umur > dari 6 bulan.
6)
Berikan balita KEP berat makanan yang sesuai dengan
kondisi balita pemberian diet KEP berat dibagi dalam 5 fase, yaitu :
a)
Fase stabilisasi
b)
Fase iransisi
c)
Fase rehabilitasi
Pemberian
makanan pada fase stabilisasi perlu dilakukan dengan pendekatan yang sangat
hati-hati karena pada fase ini keadaan faal anak sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang.
Prinsip
pada pemberian makanan pada fase stabilisasi :
(1)
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktasi.
(2)
Energi 100 kkal/kg/hari.
(3)
Cairan : 130 ml/kg/BB/hari (jika ada oedema berat 100
ml/kk/BB/ hari)
(4)
Bila anak mendapat Asi teruskan dianjurkan memberi
formula WHO atau pengganti dengan menggunakan cangkir/gelas bila anak terlalu
lemah berikan dengan sendok/pipet.
7)
Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua KEP
berat mengalami kekurangan vitamin dan mineral, walaupun anemi besi bisa
terjadi, jangan tergesa memberikan preparat besi Fe, tunggu sampai anak mau
makan dan BB naik (biasanya pada minggu kedua) pemberian besi pada awal dapat
memperburuk infeksinya.
Berikan
setiap hari :
a)
Tambahan multivitamin Vit B komplek dan asam folat 1
mg/hari (5 mg pada hari pertama)
b)
Bila BB anak mulai membaik berikan penderita zat besi
dalam bentuk tablet besi/asam folat dengan disis ¼ tablet 3 x sehari.
c)
Vitamin A oral 1 x dengan dosis, sebagai berikut :
Pemberian Vit A.
Umur
|
Kapsul Vitamin A
|
Kapsul Vitamin B
|
|
20.000 iu
|
50.000 iu
|
Dibawah 12 bulan
|
½ kapsul
|
2 tablet
|
12 bulan s/d 5 tahun
|
1 kapsul
|
4 tablet
|
8)
Perhatikan masa tumbuh kembang balita
Pada fase
ini meliputi fase transisi dan fase rehabilitasi :
a)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara
perlahan-lahan untuk menghindari gagal jantung yang dapat terjadi karena anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
b)
Pemberian formula WHO yang dimulai dengan F 75 atau
pengganti pada fase awal, dilanjutkan pada F 100 atau penggantinya.
Setelah
periode transisi dilampaui, pada fase rehabilitasi anak diberikan :
a)
Makanan/formula WHO (F135) dengan jumlah tidak terbatas
dan sering.
b)
Energi 150-220 Kkal/KgBB/hari.
c)
Periode 4-6 gr/KgBB/hari.
d)
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI ditambah
dengan makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk
tumbuh kembang.
e)
Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
9)
Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada
KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya
diberikan :
a)
Kasih sayang secara penuh.
b)
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan.
c)
Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15.30
menit/hari.
d)
Rencana aktifitas fisik segera setelah sembuh.
10) Persiapan
untuk tindak lanjut di rumah.
Bila BB
sudah mencapai lebih dari 80% BB/umur. WHO NCHS anak dapat dirawat di rumah
dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas atau bidan desa.
Nasehat
pada orang tua untuk :
a)
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa.
b)
Anjurkan pemberian Vitamin A dosis tinggi atau 20.000
IU setiap 6 bulan.
6.
Kerangka Pikir
|
Gambar Kerangka Tn. A.
Keterangan :
:
Garis Keluarga
: Garis Individu
(Effendy, N. 1998)
Lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan :
Ketidakmampuan keluarga melakukan tugas keluarga dalam bidang kesehatan
yaitu :
1.
Mengenal masalah kesehatan.
2.
Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang
tepat.
3.
memberikan perawatan pada anggota yang sakit dan tidak
dapat membantu dirinya karena cacat atau usianya terlalu muda.
4.
Mempertahankan suasana rumah yang sangat menguntungkan
kesehatan dan perkembangan kerpibadian anggota keluarga.
5.
Mempertahankan hubungan kepribadian anggota keluarga
dan lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik dan
fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.
7.
Prioritas Masalah
Masalah yang timbul sebagai berikut :
a.
Ketidaktahuan keluarga tentang masalah kesehatan
keluarga, disebabkan :
1)
Kurangnya pengetahuan/ketidaktahuan fakta.
2)
Rasa takut akibat masalah yang diketahui.
3)
Sikap dan falsafah hidup.
b.
Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam
melakukan tindakan yang tepat dengan masalah kesehatan, disebabkan karena :
1)
Tidak mengetahui mengenai sifat, berat dan luasnya
masalah.
2)
Masalah kesehatan tidak begitu menonjol.
3)
Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena kurang
pengetahuan dan kurangnya sumber daya keluarga.
4)
Tidak sanggup memilih tindakan diantara beberapa
pilihan.
5)
Ketidakcocokan pendapat dari anggota-anggota keluarga.
6)
Tidak tahu tentang fasilitas kesehatan yang ada.
7)
Takut dari akibat tindakan.
8)
Sikap negatif terhadap masalah kesehatan.
9)
Fasilitas kesehatan tidak terjangkau.
10) Kurang
percaya terhadap petugas dan lembaga kesehatan.
11) Kesalahan
informasi terhadap tindakan yang diharapkan.
c.
Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit
disebabkan karena :
1)
penyakit, sifat, penyebab penyebaran, perjalanan
penyakit, gejala dan perawatan yang diperlukan.
2)
Kurang/tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk
perawatan.
3)
Tidak seimbang sumber-sumber yang ada dalam anggota
keluarga yang bertanggungjawab, fasilitas fisik untuk perawatan.
4)
Sikap negatif terhadap sakit.
5)
Konflik individu dalam keluarga.
6)
Sikap pandangan hidup.
7)
Perilaku yang menentang diri sendiri
d.
Ketidaksanggupan keluarga memelihara lingkungan rumah
yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anggota keluarga, disebabkan
karena :
1)
Sumber-sumber keluarga tidak cukup, diantaranya
keuangan, tanggung jawab/wewenang, keadaan fisik rumah yang kurang memenuhi
syarat.
2)
Kurang dapat melihat keuntungan dan manfaat
pemeliharaan lingkungan rumah.
3)
Ketidaktahuan tentang usaha pengenalan penyakit.
4)
Sikap dan pandangan hidup.
e.
Ketidakmampuan keluarga menggunakan sumber di
masyarakat guna memelihara kesehatan, disebabkan karena :
1)
Tidak tahu bahwa fasilitas itu ada.
2)
Tidak memahami keuntungan yang diperoleh.
3)
Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan lembaga
kesehatan.
4)
Tidak terjangkau dari fasilitas yang diperlukan.
5)
Tidak adanya fasilitas kesehatan.
6)
Sikap dan falsafah hidup.
8.
Fokus Intervensi
a.
Diagnosa Keperawatan I
Yaitu ketidakmampuan
keluarga dalam memahami tentang masalah kesehatan yang ada atau terjadi dalam
keluarga.
1)
Jelaskan kepada keluarga jenis masalah kegiatan yang
terjadi dalam keluarga.
2)
Diskusi dengan keluarga untuk mengidentifikasi anggota
keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
Tujuan Fokus Intervensi :
Diharapkan keluarga memahami masalah-masalah kesehatan yang terjadi dalam
keluarga.
b.
Diagnosa Keperawatan II
Yaitu ketidaksanggupan
keluarga dalam mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
1)
Bantu keluarga untuk mengetahui sifat, berat dan
luasnya masalah kesehatan yang dihadapi keluarga.
2)
Beritahu keluarga beberapa tindakan yang bisa dilakukan
keluarga sesuai dengan keadaan keluarga.
3)
Bantu keluarga dalam mengambil keputusan untuk
mengambil tindakan yang tepat.
Tujuan fokus intervensi :
Diharapkan keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan
tindakan.
c.
Diagnosa Keperawatan III
Yaitu ketidakmampuan
merawat anggota keluarga yang sakit :
1)
Jelaskan pada keluarga cara-cara merawat anggota
keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
2)
Beritahu keluarga fasilitas yang ada.
3)
Libatkan keluarga dalam asuhan perawatan anggota yang
sakit sesuai dengan kemampuan keluarga.
Tujuan fokus intervensi :
Diharapkan keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan.
d.
Diagnosa Keperawatan IV
Yaitu ketidaksanggupan keluarga memelihara lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadinya.
1)
Jelaskan pada keluarga bagaimana manfaat memelihara
lingkungan.
2)
Beritahu pada keluarga bagaimana cara-cara memelihara
lingkungan rumah.
3)
Libatkan keluarga dalam usaha menjaga dan memelihara
lingkungan rumah.
Tujuan fokus intervensi :
Diharapkan keluarga mampu memelihara lingkungan rumahnya.
e.
Diagnosa Keperawatan V
Yaitu ketidakmampuan
menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara kesehatan.
1)
Jelaskan pada keluarga manfaat dari fasilitas-fasilitas
kesehatan yang ada di masyarakat.
2)
Beri motivasi keluarga untuk mau berkunjung/berobat ke
fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Tujuan fokus intervensi :
Diharapkan keluarga mau menggunakan sumber-sumber di masyarakat, dalam
hal ini Puskesmas.